Dari Pencari Kerja ke Pencipta Kerja
Setiap
tahun, semakmin meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi, membuat jumlah
pengangguran pun semakin meningkat. Haln ini terjadi karena beberapa perguruan
tinggi maih berorientasi pada bagaimana cara menciptakan pencari kerja, bukan
pencipta kerja.
Fenomena
pengangguran terdidik memang harus disikapi secara bersama-sama. Apalagi, hal
ini adalah masalah klasik yang setiap tahunnya selalu terjadi. Ketika lapangan
pekerjaan semakin sempit, kreativitas ide dan keberanian harus bicara. Jangan
sampai lapangan kerja yang semakin sempit, membuat orang-orang saling sikut
demi mendapatkan pekerjaa di sebuah perusahaan.
Menurut
Prof. Agus W. Soehadi, Ph.D., Director Undergraduate Program Prasetiya Mulya
Business School (PMBS), ada anggapan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang, mereka cenderung tidak berminat untuk berbisnis atau berwiraswasta.
Tak heran, jika jumlah wiraswasta di Indonesia masih sekitar 0,18 persen.
Menjadi
seorang wiraswasta memang tidak mudah. Jika Anda kira modal adalah nomor satu,
ubahlah pikiran tersebut, sebab yang terpenting adalah apakah Anda memiliki
tekad yang kuat untuk berwiraswasta. Oleh sebab itu, menurut Agus, wira swasta
itu terbagi menjadi dua yaitu mereka yang menjadi wiraswasta karena
keterpaksaan dank arena kesempatan.
“Lebih
dominan wiraswasta yang berbasis keterpaksaan dibandingkan yang karena
kesempatan. Sebab, wiraswasta jenis ini adalah mereka yang terpaksa
berwiraswasta karena tidak bisa menlajutkan pendidikan formal. Padahal yang
memiliki potensi lebih untuk berkembang adalah wiraswasta yang berbasis
kesempatan,” jelas Agus.
Persiapkan
Amunisi
Untuk
menjadi seorang wiraswasta yang tangguh, sebaiknya Anda memiliki berbagai amcam
“amunisi”. Menurut Eko Suhartanto, Wakil Manajer Program S-1 Bisnis PMBS, menjadi wiraswasta
memang butuh mental, tetapi Anda pun perlu melengkapinya dengan ide yang kuat,
pengetahuan, dan finance yang cukup. Jadi, ketika mental goyah, Anda memiliki
“amunisi” yang lain untuk menghadapi tantangan di depan mata Anda.
Pada
umumnya, kurang “amunisi” inilah yang membuat banyak wiraswasta gagal
menjalankan usahanya. Agus memberi gambaran, ketika sebuah usaha tersendat,
banyak wiraswasta yang beralih ke usaha yang lainnya. Padahal, memulai usaha
yang baru berarti memulai dengan modal yang baru pula. Sementara, bisnis yang
sukses perlu waktu sekitar tiga hingga tiga setengah tahun.
Contoh
di atas merupakan bukti kurangnya pengetahuan kemampuan berbisnis di Indonesia.
Selain berbekal pengalaman, kemampuan bisnis pun dapat diasah melalui sekolah.
Hal ini telah dilakukan PMBS yang mendesain sistem laboratorium
entrepreneurship untuk mencetak wiraswasta terdidik.
“Laboratorium
entrepreneurship ini bertujuan agar mahasiswa dapat belajar melihat, mengalami,
dan menjadi seorang wiraswasta,” uangkap Eko.
Agus
menjelaskan, ada tiga komponen utama yang akan dibentuk melalui sistem ini
yaitu karakter yang kuat, kepedulain social, dan kemampuan berbisnis.
Pada
tahun pertama, PMBS mewajibkan mahasiswa melakukan kerja social 30 jam. Selain
itu, setiap semesternya terdapat subjek yang mengasah keterampilan bisnis.
Mereka juga diwajibkan membantu warga di pedesaan agar dapat berbisnis. Proyek
selama 8 bulan ini adalah semacam KKN yang direvitalisasi. Mereka mengajarkan
warga cara membuat laporan yang baik, penjualan yang baik, serta membedakan
uang pribadi dan uang usaha.
Sistem
pembelajaran ini dialami oleh mahasiswa PMBS Raditya (23) dan Sandika (22) yang
mengaku mengalami perubahan cara pandang tentang berbisnis setelah belajar di
PMBS. Apalagi mereka benar-benar merasakan sulitnya berbisnis ketika membuka
Cup ‘O Brownies bersama rekan-rekan yang lain.
Namun,
lebih baik gagal di awal, daripada gagal di dunia nyata nanti. Simak saja kisah
para pensiunan yang ingin langsung berbisnis, tanpa persiapan yang cukup.
Hasilnya, biaya besar yang dikeluarkan tak sebanding dengan hasil yang
didapatkan.
Mengacu
paparan di atas, jiwa wiraswasta sebaiknya dimulai dari SD hingga sekolah
menengah untuk pembentukan karakter. Sementara perguruan tinggi adalah tempat
pembekalan pengetahuan bisnisnya. Selamat menjadi wiraswasta yang tak hanya
mementingkan profit, tetapi juga kepentingn komunitas.
Sumber : Bpk. Widarto (doesen pendidikan teknik mesin - fakultas teknik)
Dari Pencari Kerja ke Pencipta Kerja
Reviewed by dpy
on
March 28, 2015
Rating:
No comments: