ALANGKAH LUCUNYA UMAT ISLAM (punya al-Qur`an koq banyak orang bodoh, tidak kreatif dan tidak inovatif ?!!)
Membaca lebih penting dari rukun iman dan rukun islam?
diketahui, bahwa ketika Islam datang dengan misi pencerahan, bangsa
Arab saat itu dalam kondisi yang disebut sebagai “zaman jahiliyah”. Konsep
kejahiliyahan bangsa Arab pra-Islam menjadi perdebatan para pakar. Sebagian ada
yang mendakwa dengan sangat ekstrim, bahwa masyarakat Arab saat itu jauh dari
nilai, etika dan peradaban manusia. Namun sebagian yang lain berpendapat, bahwa
maksud kejahiliyahan Arab adalah adanya beberapa keyakinan yang sesat,
pandangan hidup yang keliru serta gaya hidup, sikap dan perilaku masyarakat
Arab yang negatif. Antara lain:
1. Pratek
politeisme dan paganisme
2. Kasta sosial
seperti: tuan, budak dan pembantu
3. Sukuisme,
fanatisme dan primordialisme yang kuat
4. Suka
berperang
5. Praktek
ahumanis dan pandangan sesat seperti membunuh bayi perempuan
Sumber paling
otentik yang dapat menjadi bukti akan hal ini adalah al-Qur`an. Kita dapat
menyimak beberapa ayat misalnya:
1. Praktek politeisme dan paganisme (al-An’âm[6]:139-141),
(an-Nahl[16]:40), (al-Mu`minûn[23]:86-89), (an-Naml[27];24-44), (al-‘Ankbabût[29]:61,
63-65), Luqmân[31]:31), (Fâthir[35]:40), (az-Zumar[39]:3), (an-Najm[53]:19-23)
2. Kasta sosial (al-Baqarah[2]:178), (al-Baqarah[2]:221),
(an-Nisâ`[4]:25,91), (al-Mu`minûn[23]:6), (an-Nûr[24]:33), (al-Ahzâb[33]:5)
3. Sukuisme dan fanatisme(al-Baqarah[2]:6-7), (al-Mâ`idah[5]:104),
(al-A’râf[7]:28)
4. Suka berperang nampak pada sikap bangsa Arab dalam
menyerang nabi dan para pengikutnya. Misalnya dalam perang Badr, Uhud, Khandaq
dan lain-lain
5.Pandangan sesat terhadap perempuan dan membunuh bayi
perempuan (an-Nahl[16]:58-59), at-Takwîr[81]:8-9)
Di sinilah peran vital dan misi suci al-Qur`an dalam memberantas buta
huruf, mencerahkan umat, menciptakan keadilan, mengantarkan manusia kepada
kedamaian dan kebahagiaan, menunjukkan jalan kebajikan serta menciptakan
tatanan sosial dan peradaban yang sesuai dengan Maqâshid Qur`âniyyah
(tujuan-tujuan al-Qur`an). Dalam tempo sekitar 23 tahun, al-Qur`an berhasil
merubah sifat-sifat negatif bangsa Arab. Sehingga lahirlah generasi baru yang berpendidikan,
mempunyai etika dan tercerahkan oleh cahaya Qur`ani. Tidak heran jika di masa
rasulullah, khulafaurrasyidin, tabi’in dan para pengikut tabi’in disebut
sebagai generasi terbaik.
Lalu setelah itu, lahirlah beberapa dinasti Islam yang silih berganti
mengibarkan panji-panji kejayaan. Terlepas dari beberapa sejarah kelam dan
negatif, harus diakui bahwa di masa merekalah lahir banyak ilmuan mondial dan
fenomenal di bidangnya. Kita bangga dengan ibnu Sina atau ibnu Nafis sebagai
pakar kedokteran, Jabir bin Hayyan sebagai fisikawan, Al-Khawarizmi ahli
matematika, Ibnu Khaldun Bapak Sosiologi Abad Pertengahan, Al-Idrisi seorang
geografis yang memetakan dunia, al-Jahizh seorang sastrawan sekaligus zoolog
ulung, Al-Quzwini pionir Botani, Ibnu Syathir Astronom yang mendahului
Copernicus, Abdul Qahir al-Jurjani sang linguistik handal, dan sederet nama
besar lainnya yang tak dapat digoreskan dalam ratusan lembar kertas sekalipun.
Dari carut matur dan keterpurukan
bangsa Arab pra Islam seperti dijelaskan tadi, wahyu al-Qur`an turun sebagai
cahaya dan penerang jalan. Al-Qur`an memberikan pesan moral dan spirit
peradaban. Al-Qur`an datang untuk melakukan perubahan dan perbaikan tatanan
dunia yang sesuai dengan wahyu ilahi. Ajaibnya, wahyu pertama “hanya” perintah
membaca. Bukan perintah untuk jihad, bekerja keras, meningkatkan produksi dan
ekonomi, menegakkan hukum, membangun konsep kepemimpinan, menyejahterakan
rakyat, membentuk pola politik dan syura, atau isu-isu besar lainnya. Atau
tentang kejujuran, rendah hati, pemaaf, kedermawanan, tolong menolong, membantu
yang lemah atau norma dan etika lainnya. Bahkan juga bukan rukun iman ataupun
rukun Islam. Apakah berarti “membaca” lebih penting dari semua itu ???. Sebelum
menjawab, marilah kita simak tema berikut ini.
Tadabbur surah (al-'Alaq[96]: 1-5)
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Rabb-mu
yang telah menciptakan.
2. Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3.
Bacalah, dan Rabb-mu-lah yang Maha Pemurah.
4.
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena.
5. Dia
mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Kata yang diulang 2 kali: Iqra`, Rabb, Khalaq, Insan, ‘Allama.
Meskipun setiap kata yang diulang tersebut sama secara morfologis (sharfi,
bentuk kata). Namun secara semantis (dalâli, makna) mempunyai maksud yang berbeda.
Agar lebih jelas, simaklah tadabbur berikut:
-
Iqra` (bacalah): perintah untuk melakukan kegiatan penyerapan ilmu. Fakhruddin ar-Razi (w.606 H) menjelaskan bahwa
perintah “Iqra` (bacalah)” yang pertama mengisyaratkan pembelajaran
pertama (urgensi mencari ilmu). Sedangkan perintah (Iqra`) yang kedua,
mengisyaratkan pengajaran (menjadi guru). Jika kita kaitkan dengan konsep
Tarbiyah Qur`aniyah, seorang guru yang ingin mengajar seharusnya belajar
terlebih dahulu secara baik dan benar. Baik maksudnya sesuai mekanisme dan
metodologi ilmiah. Benar maksudnya sesuai dengan falsafah tarbiyah Islam. Redaksi
(Iqra`) didahulukan dari (Bismirabbika) sebagai isyarat akan
pentingnya ilmu (belajar).
-
Al-Maqrû` (yang dibaca): al-Qur`an = obyek
-
Bismi Rabbik: mekanisme etis penyerapan/pembacaan ilmu, berkaitan dengan etika, niat
dan tujuan. Dalam konteks Tarbiyah Qur`aniyah, kita dapat mengambil spirit
bahwa aktivitas tarbiyah harus dilandasi ikhlas lillahi ta'ala (hanya
demi Allah), serta dilandasi kesadaran dan penghayatan atas konsep tauhid yang
mendalam. Bandingkan dengan aksiologi pendidikan modern seperti: learn to
know, learn to do, learn to work, learn to power dsb.
-
Rabb: sifat bagi Allah yang berasal dari kata kerja rabba-yarubbu yang
artinya antara lain: memperbaiki, menambah dan memelihara. Allah memakai nama Rabb
(bukan Allah/ilâh atau nama keagungan lainnya) di ayat pertama surah
al-‘Alaq, mengisyaratkan adanya sifat tarbawi Allah dalam menciptakan bentuk
eksoteris (jasad) manusia. Sedangkan pengulangannya di ayat ketiga
mengisyaratkan adanya sifat tarbawi Allah dalam membentuk dimensi esoteris
(intelektual, emosional, spiritual) manusia. Dalam konteks Tarbiyah Qur`aniyah,
kita dapat mengambil spirit bahwa tarbiyah jasadiyah (fisik), tarbiyah ‘aqliyah
(intelektual), tarbiyah nafsiyah (emosional) dan tarbiyah ruhiyah (spiritual) harus
seimbang. Redaksi “Iqra`” yang dirangkai dengan sifat Allah “Robb” setelahnya,
menyiratkan makna bahwa pembacaan atau aktivitas belajar mengajar harus sesuai
dengan arti rabba-yarubbu di atas.
-
Alladzi khalaq: menciptakan segalanya (makhlûq). Keimanan akan posisi Allah sebagai
Tuhan Sang Pencipta. Redaksi ayat ini sebagai penyadaran atas paham sesat
ateisme dan politeisme. Dalam konteks Tarbiyah Qur`aniyah, ayat ini adalah
bantahan terhadap Darwinisme dan Materialisme ilmu pengetahuan. Karena Allah
adalah pencipta segalanya termasuk manusia.
-
Iqra' wa rabbuka'l
akram: pengulangan iqra'= menekankan perintah
penyerapan ilmu. Kemudian Allah mensifati diri-Nya dengan Tuhan Yang Maha
Mulia. Bentuk isim tafdhîl
(superlatif-degree) kata “al-Akram”, mengisyaratkan karunia paling mulia
(agung) yang diberikan oleh Allah. Menurut ar-Razi, jika bentuk morfologis “al-Akram”
dihubungkan dengan ayat selanjutnya, maka ini mengisyaratkan bahkan karunia
Allah kepada manusia berupa ilmu, adalah karunia yang paling mulia (agung).
Dengan ungkapan lain, meskipun hanya diciptakan dari segumpal darah, namun
manusia menjadi lebih mulia dengan diberi ilmu zahir (melalui pena) dan ilmu
laduni (ilham, inovasi). Jadi apa yang dibanggakan?.
-
‘Allama bi'l qalam= ilmu kasbi = ilmu yang diperoleh melalui mekanisme lahiriyah (membaca,
belajar dari guru)
-
‘Allama'l insâna mâ
lam ya‘lam= ilmu ladunni: ilmu yang diberikan oleh Allah kepada
makhluk sesuai hak prerogatif-Nya (khusus, istimewa). Ayat ini juga menjelaskan
bahwa ilmu manusia bersifat terbatas, sedangkan ilmu Allah bersifat tak
terbatas. Secara tidak langsung, ayat ini menegur kita semua agar menghindari
penyakit “Arogansi Intelektual”, sekaligus memberi spirit dan motivasi agar manusia
selalu belajar dan belajar. Karena ilmu manusia bersifat relatif dan parsial.
Sedangkan ilmu Allah bersifat mutlak dan tak terbatas.
-
Rangkaian
ayat 1-5 surah al-‘Alaq ini jika kita pahami secara korelatif, mengandung
pesan-pesan global. Yaitu: aksiologi ilmu, urgensi dan posisi ilmu yang tinggi serta
ketawadhu’an intelektual.
Tak ada seorang muslim yang mempunyai
keyakinan bahwa membaca lebih penting daripada rukun iman maupun rukun Islam.
Tapi setidaknya, dari sedikit tadabbur di atas, kita sadar bahwa membaca adalah
jalan pertama mengetahui Tuhan, hakikat manusia serta memahami karunia Tuhan yang
agung, yaitu berupa ilmu dan pengetahuan, yang telah diberikan kepada manusia.
Hemat kami, ketiga tema ini dapat menjadi guide-line dan road-map
bagi pemahaman manusia untuk menerima rukun iman maupun rukun Islam secara
benar dan konsekuen. Membaca adalah wasilah untuk membangun peradaban. Membaca
adalah pintu menuju kesadaran kenisbian ilmu manusia, yang seharusnya memicu
dirinya untuk terus mencari dan berimajinasi. Karena tidak ada yang final dan
limit dalam ilmu pengetahuan, selama Allah berkenan memberikan kepada kita. Di
sini kita mungkin menjadi sadar, mengapa umat Islam yang memiliki al-Qur`an,
mukjizat Allah paling agung, justru menjadi bangsa yang bodoh, tidak kreatif
dan tidak inovatif. Karena mereka lupa dengan perintah pertama dari Yang Maha
Menciptakan, yaitu, “Bacalah”. Alangkah lucu sekaligus ironis, memang...!
Belajar dari Said Nursi
Sudah menjadi rahasia umum bahwa salah satu faktor kemunduran umat Islam
adalah, sumber daya manusianya yang tidak qualified sebagai umat yang
pantas memegang panji peradaban dunia. Kebodohan serta buta huruf masih menjadi
identitas umat Islam. Ya, Islam. Agama yang konon saat ini paling banyak dianut
oleh mayoritas penduduk dunia dan wahyu pertamanya berbunyi Iqra`
(bacalah..!). Sadarkah kita...?!. Marilah kita simak bersama, bagaimana Said Nursi, seorang intelektual sekaligus
mufassir dari Turki (1877-1960 M), “mengutuk” kebodohan
serta membakar semangat umat Islam untuk maju, berkreasi, berpendidikan dan
berperadaban.
Berangkat dari inspirasi dan spirit al-Qur`an, khususnya pada saat
menafsirkan ayat,
Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya(al-Baqarah[2]:31), Said Nursi menegaskan, “Penggunaan kata (N¯=tæur) adalah bentuk isyarat akan urgensi ilmu dan
posisinya yang tinggi. Dan ilmu merupakan pusat (inti, kunci) bagi manusia
untuk menjadi khalifah”. Dengan ungkapan lain, sepertinya Said Nursi hendak
mengatakan bahwa syarat utama bagi manusia untuk menguasai dunia dan memegang
panji peradaban adalah berilmu. Sebab dengan dibekali ilmu, Allah memilih
manusia sebagai khalifah, dan menjadikan sifat tersebut (berilmu) sebagai
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh malaikat sekalipun.
Maka dari itu, Said Nursi heran melihat kondisi umat Islam yang masih “memelihara”
kebodohan. Dengan nada gusar dan “gemes”, Said Nursi menyadarkan, “Sesungguhnya,
mayoritas prolog dan epilog dari ayat-ayat al-Qur`an mengajak manusia untuk
menggunakan akalnya (berpikir). Hayatilah misalnya firman Allah SWT: Ketahuilah[1],
Tidakkah kamu berpikir?[2],
Apakah mereka tidak memperhatikan?[3],
Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?[4],
Apakah mereka tidak menghayati?[5],
Maka ambillah pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan[6].[7]
Serta ayat-ayat semisal lainnya yang menyeru kepada akal pikiran manusia.
Ayat-ayat tersebut seakan-akan menggugat, “Mengapa kalian semua tidak peduli
dengan ilmu dan justru memilih kebodohan? Mengapa kalian semua menutup mata dan
buta dengan hakekat (kebenaran)? Apa yang menyebabkan kalian menjadi gila,
padahal kalian mempunyai akal? Apa yang menghalangi kalian untuk berpikir dan
memperhatikan (riset) kehidupan? Mengapa kalian tidak mengambil pelajaran dan
tidak memilih jalan yang benar? Mengapa kalian tidak menghayati dan tidak menggunakan
akalmu, sehingga kalian tersesat?”.[8]
Apakah Said Nursi hanya marah, jengkel, meratap, menangisi, menggugat dan
menghujat umat?. Tentu tidak. Dia juga memberikan solusi dengan merangsang
imajinasi kita untuk berinovasi dan berkreasi. Simaklah penafsiran Said Nursi
berikut,
“Jika Anda berkenan, lihatlah ayat-ayat berikut:
1.
Dan Dia (Allah)
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya(al-Baqarah[2]:31)
2.
Dan sesungguhnya telah
Kami berikan kepada Daud karunia dari Kami. (Kami berfirman): "Hai gunung-gunung
dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud". Dan Kami
telah melunakkan besi untuknya(Saba`[34]:10)
3.
Dan Kami (tundukkan)
angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan
sebulan. Dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula).
Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya.(Saba`[34]:12)
4.
Dan (ingatlah) ketika
Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman: "Pukullah batu itu
dengan tongkatmu". Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air.(al-Baqarah[2]:60)
5.
Dan engkau (‘Isa)
menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit sopak dengan ijin-Ku(al-Mâ`idah[5]:110).
Said Nursi
melanjutkan, “Kemudian renungilah kandungan ayat-ayat tadi sebagai
imajinasi, dan jadikan motivasi bagi Anda untuk mendalami ribuan ilmu yang
dapat melahirkan berbagai jenis spesifikasi, inovasi, dan profesi. Sehingga
dapat memanifestasikan kodrat manusia, sebagai makhluk yang telah diberi ilmu
oleh Allah seperti dalam firman-Nya, Dan Dia (Allah) mengajarkan kepada Adam
nama-nama (benda-benda) seluruhnya. Imajinasi manusia telah menghadirkan
berbagai penemuan impresif seperti: kereta api, telegram (telephon) dan
sebagainya, setelah berhasil melumatkan besi dan menjinakkan tembaga. Sehingga
membuktikan firman Allah, Dan Kami
telah melunakkan besi untuknya. Sebab lunaknya besi, adalah bibit dari
lahirnya berbagai kreasi dan inovasi mutakhir. Manusia juga berhasil membuat
pesawat terbang yang mampu memperpendek waktu sebulan (perjalanan dengan kuda
misalnya) dalam sehari, yang menjadi bukti dari firman Allah, yang
perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan, dan perjalanannya
di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula). Tidak hanya
sampai di situ. Manusia mempunyai obsesi untuk menciptakan alat yang berfungsi
laksana tongkat nabi Musa. Yakni dapat memancarkan air dari pasir gersang
seperti firman Allah, Pukullah batu itu dengan tongkatmu. Sehingga tanah
gersang itu berubah menjadi kebun hijau nan menyejukkan. Manusia juga telah
melakukan berbagai percobaan untuk menyembuhkan kebutaan dan penyakit sopak,
serta penyakit kronis lainnya. Jika Anda memperhatikan, maka apa yang selama
ini telah dicapai oleh manusia, merupakan refleksi dan implementasi dari
ayat-ayat tadi, yang telah memberikan rangsangan imajinasi dan motivasi”.
Said Nursi menambahkan “provokasi” sambil menukil beberapa ayat, “Perhatikan
lagi ayat-ayat berikut dan ayat-ayat lain yang semisal:
- “Hai api, menjadi dinginlah dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”.(al-Anbiyâ`[21]:69)
- “Andaikata dia (Yusuf) tidak melihat tanda (dari) Tuhannya”.(Yûsuf[12]:24)
- ”Sesungguhnya aku mencium bau Yusuf”. (Yûsuf[12]:94)
- "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud" (Saba`[34]:10)
- “Kami telah diberi pengertian tentang suara burung”(an-Naml[27]:16)
- "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip".(an-Naml[27]:40)
Said Nursi melanjutkan, “Kemudian renungilah kreasi dan inovasi yang
telah ditemukan manusia seperti: kasur anti api, bahan-bahan lain yang tahan
bakar, alat-alat foto dan kamera yang bisa menghidangkan berbagai gambar di
depan mata Anda, sebelum Anda mengedipkan mata Anda. Selain itu, alat-alat
perekam dan robot, atau alat-alat yang digunakan untuk meniru aktivitas burung
dan merpati. Galilah imajinasi Anda sendiri dengan menganalogikan
penemuan-penemuan tersebut, dilandasi spirit dan inspirasi dari ayat-ayat tadi”.[9]
Dalam kesempatan lain, Said Nursi menguraikan visi tarbawi al-Qur`an dalam
memerangi kebodohan dan kejumudan, “Ya, benar. Kita dapat menobatkan
al-Qur`an sebagai “Guru” yang dapat memberikan berbagai pelajaran. Sebab ketika
al-Qur`an menceritakan bermacam-macam mukjizat para nabi, sesungguhnya hal itu
dimaksudkan agar manusia memahami, bahwasannya kreasi dan inovasi yang semisal
mukjizat-mukjizat tadi, akan dapat terwujud di kemudian hari secara bertahap.
Selain itu, agar menjadi motivasi bagi manusia untuk menciptakannya. Seakan
al-Qur`an menyeru manusia, “Ayo, lakukan dan berusahalah untuk membuat yang
semisal mukjizat-mukjizat tadi. Tempuhlah jarak yang seharusnya membutuhkan
waktu dua bulan dalam sehari seperti telah dilakukan nabi Sulaiman As.
Pancarkan air dari batu gersang, yang dapat menyegarkan kehidupan dan
menyelamatkan manusia dari kehausan seperti dilakukan oleh nabi Musa As dengan
tongkatnya. Carilah bahan yang mampu melindungimu dari panas api dan pakailah,
seperti terjadi pada nabi Ibrahim As. Tangkaplah suara dari jarak paling jauh
dan dengarlah. Lihatlah foto dan pemandangan dari ujung timur sampai ujung
barat seperti dilakukan oleh sebagian nabi. Jadikan besi menjadi lunak laksana
adonan tepung, seperti dilakukan nabi Daud As. Jadikan besi itu seperti lilin
yang dapat engkau bentuk menjadi kerajinan tangan sesukamu. Ambillah banyak
manfaat dari arloji dan perahu yang merupakan mukjizat nabi Yusuf As dan nabi
Nuh As. Tirulah dan ikutilah apa yang telah mereka lakukan. Nah, al-Qur`an juga
memberikan wejangan-wejangan selain itu, yang mengajak kita untuk maju secara
materi dan ruhani. Semua itu, membuktikan bahwa al-Qur`an pantas disebut
sebagai “Guru” yang selalu memberikan pelajaran bagi kita”.[10]
[1]
Misalnya:Maka ketahuilah, bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(al-Baqarah[2]:209).
[2]
Misalnya: Maka tidakkah kamu berpikir?(al-Baqarah[2]:44).
[3] Misalnya:Maka
apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan? (al-Ghâsyiyah[88]:17).
[6] Misalnya: Maka
ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai
pandangan. (al-Hasyr[59]:2).
[7] Contoh-contoh ayat di atas adalah pilihan penulis, sebab Said Nursi tidak
menyebutkannya secara detail.
[8] Said
Nursi, Shaiqal al-Islâm, hlm.495
[9] Said
Nursi, Isyâratu al-I’jâz fî Madzâni al-Îjâz, hlm.238-239 (dengan sedikit
perubahan redaksi)
[10] Said
Nursi, Shaiqal al-Islâm, footnote hlm.499 (dengan sedikit perubahan
redaksi)
ALANGKAH LUCUNYA UMAT ISLAM (punya al-Qur`an koq banyak orang bodoh, tidak kreatif dan tidak inovatif ?!!)
Reviewed by dpy
on
June 08, 2013
Rating:
justru itulah Allah perintahkan untuk menuntut ilmu. beda dengan agama kristen, yang menghambat ilmu pengetahuan, sebab mereka maju bukan karena alkitab..
ReplyDelete1. muslim meninggalkan alquran dan assunnah, maka tidak maju
2. orang kristen meninggalkan alkitab, justru mereka maju
sebab, seandainya orang-orang non-muslim memegang alkitab, mereka akan merasa terhambat dalam kemajuan ilmu pengetahuan..
jadi, ini menunjukkan bahwa alkitab bukanlah wahyu Allah
justru, alquran memerintahkan kita bangkit dan maju dalam segala bidang
jika mereka mengambil alquran sebagai pedoman, maka mereka semakin tambah maju..
semakin memperdalamkan alquran, mereka akan semakin tahu tentang kehidupan ini dan alam ini, bahkan sampai ke luar angkasa..waallahu a'lam..terima kasih
Baik pak, terima kasih untuk saran nya.
Delete